Garis pinggir berwarna hitam melingkari lambang dengan dasar putih
Mempunyai arti persatuan dan kesatuan masyarakat Nias yang kokoh dan kuat
Arögosali dengan atap berwarna coklat
Mengandung arti tempat bermusyawarah, untuk mufakatt guna menetapkan hukum yang berlaku dalam lingkungan masyarakat Nias
Faliera, Lauru, Afore, dengan warna hitam
Melambangkan jiwa keadilan dan bola nafo yang berwarna-warni melambangkan sifat keramah-tamahan masyarakat Nias
Pohon beringin berwarna hijau
Melambangkan pengayoman Negara Kesatuan Republik Indonesia
Gowe, Baluse, Toho dan Gari, dengan warna hitam
Melambangkan kehidupan kultural serta patriotisme masyarakat Nias
Tulisan Nias berwarna putih
Nama resmi Kabupaten Nias
Tulisan TANÖ NIHA
Sebutan daerah Nias dalam bahasa daerah yang sudah lama tumbuh, hidup dan berkembang dikalangan masyarakat
Tulisan DATATUWU, dengan warna hitam yang terdapat dalam lambang daerah
Motto atau slogan atau semboyan pemerintah Daerah sebagai pemersatu untuk lebih membangkitkan semangat dan penyatuan tekat dalam meningkatkan laju pembangunan Daerah Nias
Daerah Bukit Barisan yang kelihatan delapan buah berwarna hijau
Melambangkan keindahan alam daerah Nias serta mengingatkan saat proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada bulan Agustus 1945
Mayang padi dan butirnya yang berjumlah 45 (empat puluh lima) buah
Mengingatkan tahun kemerdekaan Republik Indonesia
Buah kelapa sejumlah 17 (tujuh belas) buah dengan warna kuning coklat
Menunjukkan salah satu hasil bumi utama daerah Nias dan mengingatkan tanggal proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia
Bintang bersudut lima dengan berwarna kuning
Mencerminkan kehidupan kerohanian masyarakat Nias yang bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa
A. Aspek Sosiologis
1. Pelaksanaan Pemerintahan Secara Adat
Menurut buku Sejarah Kebudayaan Ononiha (S. Zebua alias Ama Waomasi Zebua 1984), leluhur ononiha memiliki banyak versi yang berbeda-beda sebagian mengatakan berasal dari mongoliden tetapi terdapat pula pendapat yang menyatakan berasal dari suku naga dan Khassi di Assam Burma.
Kedua pendapat ini dipengaruhi dari bentuk anatomi sebagian suku ononiha dan bangunan-bangunan megalitik, yang diperkirakan tiba di Kepuluan Nias pada 3000 atau 2000 Tahun yang lalu. Pendapat yang berbeda mengenai asal usul Ono niha disampaikan oleh S.W. Mendrofa dalam bukunya Fondrako Ononiha yang menyatakan bahwa nenek moyang ononiha berasal dari Persia.
Namun demikian para ahli sejarah dan budaya dari nias meyakini betul bahwa leluhur pertama ononiha (suku Nias) berasal dari negeri yang bernama Teteholi’ana’a (kira-kira dari Indocina-Vietnam sekarang) antara 2000-1000 BC.
Mereka itu sebanyak 5 (lima) orang, yang disebut Si Lima Borodanomo (Lima Induk Puak) yang datang secara beruntutan dalam selang waktu yang relatif singkat.
Mereka berasal dari satu keluarga yaitu Keluarga Raja Balugu Sirao, Raja Negeri Teteholi’ana’a yang mempunyai empat orang putera dan satu orang cucu yang untuk pertamakalinya mendiami dan berkedudukan di Boronadu (Kecamatan Gomo).
Dari pemukiman pertama para keturunan Balugu Sirao, kemudian hari menjadi pusat penyebaran penduduk, yang bergelombang menurut waktu, dalam lingkaran yang bertingkat-tingkat dengan berbagai motivasi, lalu mendirikan pemukiman baru yang terus menerus menyebar memenuhi pelosok Pulau Nias hingga sampai ke Kepulauan Hinako dan kepulauan Batu di selatan pulau Nias.
Setelah bermukim di beberapa tempat dan beranak pinak, kemudian cucu dan cicit Raja Balugu Sirao mendirikan kerajaan-kerajaan kecil ditempatnya masing-masing yang dikenal dengan nama Banua atau Ori, yang menurut hasil penelitian Drs. F. Telaumbanua, dkk dala buku “Laporan Penelitian Sejarah Perjuangan Masyarakat Nias Tahun 1988, disebutkan sebanyak 64 (enam puluh empat) Banua atau Ori.
Dari sekian banyak Ori yang dibentuk saat itu, hampir mayoritas tidak memiliki catatan sejarah, kecuali peninggalan sejarah berupa Omo Hada (rumah adat), Fondrako (perjanjian/Kesepakatan/Garis Keturunan), kalaupun ada hanya bersifat pendapat para tokoh adat dan budayawan yang tentu memiliki versi yang berbeda-beda sehingga sulit untuk diyakini kebenarannya.
Diantara Ori tersebut, terdapat beberapa yang memiliki catatan sejarah, diantaranya Ori Laraga dan Ori Taluidanoi (Dr. Marinus Telaumbanua, Kota Gunungsitoli, Sejarah Lahirnya dan Perkembangannya, 1966) yang memiliki wilayah kekuasaan meliputi sebagian kecil wilayah Kota Gunungsitoli sekarang.
Beberapa bukti sejarah yang mewarnai perjalanan kedua Ori tersebut, yaitu:
1. Ori Laraga
a. Adanya Gowe Tandrabanua (Tugu Pendirian kampung) dan Gowe Zalawa (Tugu Kerajaan)
b. Adanya surat kontrak dagang dengan VOC di Luaha Laraga tertanggal 02 Juni 1664, yang dikenal dengan “Karaja Mbawa Luaha”, yang memberlakukan Bea Pelabuhan Luaha Idanoi bagi kapal VOC.
2. Ori Taluidanoi
a. Adanya Fondrako Talunidanoi, yang kemudian disempurnakan dalam Fondrako Bonio.
b. Adanya Fondrako Sidombua.
Akibat timbulnya perbedaan dalam memaknai hukum adat dan juga adanya beberapa peperangan yang dihadapi, akhirnya Ori Laraga dan Ori Taluidanoi mengalami kemunduran, yang membawa konsekuensi perpindahan penduduk yang disertai dengan pembentukan beberapa Banua (kampung) yang baru, yang cukup dikenal saat itu adalah Banua Bonio yang lokasinya sekitaran sungai Nou.
Untuk menyatukan beberapa kampung yang telah terbentuk dikawasan sekitar Kota Gunungsitoli dalam satu kesatuan hukum adat, maka keluarga besar Si Tolu Tua yang terdiri dari Marga Zebua, Marga Harefa, dan Marga Telaumbanua, dengan difasilitasi oleh Laso Borombanua Telaumbanua melakukan Owasa (Perjamuan Adat) Pembentukan Banua Bonio, yang dilanjutkan dengan kesepakatan hukum adat yang sangat terkenal dengan nama Fondrako Bonio Ni’owulu-wulu, yang pelaksanaan kesepakatan tersebut menurut beberapa tokoh adat dan budayawan jatuh pada tanggal 07 April 1629.
Selanjutnya oleh mayoritas kalangan adat dan budayawan mengakui bahwa tanggal 07 April 1629 sebagai tonggak sejarah lahirnya Kota Gunungsitoli, meskipun Panitia Peneliti Perjuangan Rakyat dalam Perjuangan Kemerdekaan Indonesia pada 1985 memutuskan bahwa Hari jadi Kota Gunungsitoli adalah 06 April 1678.
2. Masa Penjajahan Belanda
a. Pembentukan Onder Afdeeling Nias
Penjajahan Belanda di Bumi Tano Niha diawali pada tanggal 01 Januari 1800 sebagai akibat bangkrutnya VOC pada 31 Desember 1799. Penjajahan Belanda di Nias pada saat itu belum meliputi keseluruhan Kepulauan Nias dan juga belum terstruktur sampai dengan kekalahan Belanda dari Inggris pada tahun 1821.
Pada 1825 Inggris menyerahkan kembali Indonesia termasuk Nias kepada penjajah Belanda, namun demikian karena Belanda kekurangan bala tentara dan keuangan, maka Kepulauan Nias tidak disentuh alias dibiarkan begitu saja.
Pada tahun 1864, Daerah Nias merupakan bagian wilayah Residentil yang termasuk dalam lingkungan Goovernement Westkust Van Sumatras (Gubernuran Pesisir Barat Sumatera) atau Goverment Sumatera Wesiklet sebagai implementasi hasil rapat Gabied (Daerah Kerapatan) pada 1863.
Selanjutnya barulah pada 04 Desember 1870, Pemerintah Penjajah Belanda mulai diperhatikan dan menyentuh wilayah Nias melalui pengangkatan J. F. A de Rooij sebagai Kontroleur Pertama Onder Afdeeling Nias dengan Luitenant der Chinezen bernama So Ghie (Gewestelijk Bestuur (Tapanuli)/berbahasa Belanda). Dengan demikian Onder Afdeeling Nias terbentuk atau efektif bekerja pada 04 desember 1870 yang merupakan salah satu dari 6 (enam) Onder Afdeeling dibawah kekuasaan Afdeeling Sibolga Keresidenan Tapanuli.
b. Pembentukan Afdeeling Nias
Pada tahun 1919, Onder Afdeeling Nias ditingkatkan statusnya menjadi Afdeeling Nias yang merupakan salah satu dari 4 (empat) Afdeeling wilayah Residen Tapanuli. Afdeeling Nias dipimpin oleh Asisten Reseden, dengan wilayah administratif terbagi atas 2 (dua) Onder Afdeeling, yaitu : Onder Afdeeling Nias Selatan dengan Ibukota Teluk Dalam dan Onder Afdeeling Nias Utara dengan Ibukota Gunungsitoli yang masing-masing dipimpin oleh seorang Controleur atau Gezeghebber dibawah Onder Afdeeling terdapat lagi satu tingkat pemerintahan yang disebut Distrik dan Onder Distrik yang masing dipimpin oleh seorang Demang dan Asisten Demang. Batas antara masing-masing wilayah tersebut tidak ditentukan secara tegas.
Onder Afdeeling Nord Nias terbagi atas satu distrik, yaitu Distrik Gunungsitoli dan empat Onder Distrik, yaitu Onder Distrik Idano Gawo, Onder Distrik Hiliguigui, Onder Distrik Lahewa, dan Onder Distrik Lahagu. Onder Distrik Zuid Nias terbagi atas satu distrik, yaitu : Distrik Teluk Dalam dan dua Onder Distrik, yaitu : Onder Distrik Balaekha dan Onder Distrik Lolowau.
3. Masa Penjajahan Jepang
Pada masa penjajahan Jepang berdasarkan Undang-undang Nomor 1 tahun 1942 pembagian wilayah pemerintahan di Daerah Nias tidak mengalami perubahan, sama seperti pada masa pemerintahan Hindia Belanda, kecuali Onderafdeeling dihilangkan, yang mengalami perubahan, hanya namanya saja yaitu :
• Afdeeling diganti dengan nama Gunsu Sibu, dipimpin seorang Setyotyo.
• Dusun diganti dengan nama Gun yang dipimpin oleh seorang Guntyo.
• Onder Distrik diganti dengan nama Fuku Gu, dipimpin seorang Fuku Guntyo.
Mengenai pengaturan pemerintahan juga didasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1942 yang mengatakan bahwa semua badan pemerintahan dan kekuasaannya, hukum dan undang-undang dari pemerintahan Hindia Belanda untuk sementara diakui sah asal tidak bertentangan dengan aturan Pemerintahan Militer Jepang.
4. Masa Kemerdekaan
Pada tahun-tahun pertama zaman kemerdekaan pembagian wilayah pemerintahan di daerah Nias tidak mengalami perubahan, demikian juga struktur pemerintahan, yang berubah hanya nama wilayah dan nama pimpinannya sebagai berikut:
• Nias Gunsu Sibu diganti dengan nama Pemerintahan Nias yang dipimpin oleh seorang Luhak.
• Gun diganti dengan nama Urung yang dipimpin oleh seorang asisten kepala urung (Demang).
• Fuku Gun diganti dengan nama Urung Kecil yang dipimpin oleh seorang Kepala Urung Kecil (Asisten Demang).
Sesuai dengan jumlah distrik dan onderdistrik pada zaman Belanda, pembagian nama tetap berlaku pada zaman Jepang, maka pada awal kemerdekaan terdapat sembilan kecamatan. Hanya saja diantara kecamatan itu terdapat tiga kecamatan yang mengalami perubahan nama dan lokasi Ibukota yaitu :
• Onderdistrik Hiliguigui menjadi Kecamatan Tuhemberua dengan Ibukota Tuhemberua.
• Onderdistrik Lahagu menjadi Kecamatan Mandrehe dengan Ibukota Mandrehe.
• Onderdistrik Balaekha menjadi Kecamatan Lahusa dengan Ibukota Lahusa.
B. Faktor Yuridis
1. Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1956
Pada Tahun 1956 kabupaten Nias ditetapkan sebagai satu Kabupaten Otonom di lingkungan Propinsi Sumatera Utara sesuai dengan Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten-Kabupaten Dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Utara tanggal 7 November 1956 yang sekaligus menandai bahwa Kabupaten Nias pada tanggal tersebut secara resmi telah diakui dalam cakupan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan batas-batas yang meliputi wilayah Afddeling Nias Dulu (Staatsblad 1973 No. 563) sebagaimana dimaksud dalam ketetapan Gubernur Propinsi Tapanuli/Sumatera Timur tanggal 18 Januari 1950 No. 19/pn/dpdta/50, sejak ditambah menurut Ketetapan Gubernur Propinsi sumatera Utara tanggal 19 Mei 1951 No. 20/I/PSUjo, Keputusan Panitia Penyelenggara Pembentukan Propinsi sumatera Utara tanggal 31 Januari 1952 (tidak bernomor).
2. Pemekaran Kabupaten Nias
Kabupaten Nias yang pada awalnya merupakan satu-satunya Kabupaten tertua yang berada di wilayah Kepulauan Nias telah melahirkan 4 (empat) Daerah otonom baru yakni :
• Kabupaten Nias Selatan yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2003 tanggal 25 Februari 2003;
• Kabupaten Nias Utara yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2008;
• Kabupaten Nias Barat yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2008;
• Kota Gunungsitoli yang terbentuk berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2008.
C. REKOMENDASI HARI JADI KABUPATEN NIAS
Mempertimbangkan aspek filosofis, sosiologis, yuridis dan analisa atas kelima alternatif tersebut di atas dan juga memperhatikan hasil Konsultasi Publik Hari Jadi Kabupaten Nias pada 22 Desember 2015, maka momentum yang paling tepat, dapat mewakili dan menggambarkan kapan terbentuknya pemerintahan pertama kali di wilayah Nias adalah pada tanggal 04 Desember 1870 yang merupakan hari atau waktu pengangkatan dan pengukuhan J. F. A de Rooij sebagai Kontroleur Pertama Onder Afdeeling Nias dengan Luitenant der Chinezen bernama So Ghie.
Berkenaan dengan penetapan Hari Jadi Kabupaten Nias tersebut di atas, yang waktunya jauh sebelum kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia, adalah bukan merupakan sesuatu yang tabu. Bahkan hal ini sudah lazim kita temui pada beberapa hari jadi daerah lainnya di Indonesia, contoh:
1. Hari Jadi DKI Jakarta adalah pada 22 Juni 1527 yang pada tahun ini merupakan Hari Jadi DKI Jakarta yang ke 489
2. Hari Jadi Kota Medan adalah 1 Juli 1590 yang pada tahun ini merupakan Hari Jadi Kota Medan yang ke 426.
D. PENETAPAN HARI JADI KABUPATEN NIAS
Berdasarkan Pasal 236 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang menyatakan bahwa “untuk menyelenggarakan otonomi daerah dan tugas pembantuan, daerah membentuk Peraturan Daerah dengan memuat materi muatan terdiri atas penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, penjabaran lebih lanjut ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, dan materi muatan lokal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”, maka Hari Jadi Kabupaten Nias ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Nias tentang Hari Jadi Kabupaten Nias.
Atas amanat ketentuan tersebut, Pemerintah Daerah bersama DPRD Kabupaten Nias menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Nias Nomor 2 tahun 2017 tentang Hari Jadi Kabupaten Nias, sehingga 04 Desember 1870 menjadi Hari Jadi Kabupaten Nias, dan 04 Desember Setiap Tahun akan dirayakan sebagai Hari Kelahiran Kabupaten Nias.
No. | Nama | Jabatan | Masa Jabatan |
---|---|---|---|
1 | D.Z. Marundruri | Kepala Luhak Nias | 1945-1946 |
2 | P.R. Telaumbanua | Bupati Kepala Daerah Kab. Nias | 1946-1954 |
3 | Humala Frederik Situmorang | Bupati Kepala Daerah Kab. NIas | 1954-1956 |
4 | Herman Sirait | Bupati Kepala Daerah Nias | 1956-1958 |
5 | A.W. Sirait | Bupati Kepala Daerah Nias | 1958-1960 |
6 | Asanudin Waruwu | Bupati Daerah TK. II Nias | 1960-1966 |
7 | Kenan Saragih | Bupati Kepala Daerah Kab. Nias | 1 Juni 1966 – Oktober 1967 |
8 | M. Sani Zega | Bupati Kepala Daerah Kab. Nias | 1967-1975 |
9 | Dalimend | Bupati Kepala Daerah Kab. Nias | 1975-1981 |
10 | Hanati Nazara | Bupati Kepala Daerah Kab. Nias | 1981-1986 |
11 | SM. Mendrofa, SH | Bupati Kepala Daerah Kab. Nias | 1986-1991 |
12 | Drs. Tal. Larosa | Bupati Kepala Daerah Kab. Nias | 1991-1996 |
13 | Drs. H. Zakaria Y. Lafau | Bupati Nias | 7 Maret 1996 – 7 Maret 2001 |
14 | Drs. A.M. Situmorang | Plh. Bupati Nias | 9-31 Maret 2001 |
15 | Binahati B. Baeha | Bupati Nias | 31 Maret 2001 – 18 Mei 2006 dan 19 Mei 2006 -2011 |
16 | Agus H. Mendrofa | Wakil BupatiNias | 31 Maret 2001 – 19 Mei 2006 |
17 | Temazaro Harefa | Wakil Bupati Nias | 19 Mei 2006 – 2011 |
18 | Drs. Sokhiatulo Laoli , MM | Bupati Nias | 2011 s.d. Juni 2021 |
19 | Arosokhi Waruwu, SH, MH | Wakil Bupati Nias | 2011 s.d. Juni 2021 |
20 | Yaatulo Gulo, S.E., S.H., M.Si | Bupati Nias | Juni 2021 s.d sekarang |
21 | Arota Lase, A.Md | Wakil Bupati Nias | Juni 2021 s.d sekarang |
No. | Nama | Jabatan | Masa Jabatan |
---|---|---|---|
1 | Tehembowo Telaumbanua | Ketua DPRD | 1950 – 1959 |
2 | Asanudin Waruwu | Ketua DPRD | 1959 – 1969 |
3 | Ligim Zebua | Ketua DPRD | 1969 – 1971 |
4 | Mayor Muhammad Isya | Ketua DPRD | 1971 – 1975 |
5 | A.R. Surbakti | Ketua DPRD | 1975 – 1977 |
6 | DS. Daniel Lase | Ketua DPRD | 1977 – 1980 |
7 | Nazaruddina Telaumbanua | Ketua DPRD | 1980 – 1982 |
8 | Norododo Harefa | Ketua DPRD | 1982 – 1987 |
9 | Drs. Ja’aroLaoli | Ketua DPRD | 1987 – 1992 |
10 | Sokhiaro Mendrofa | Ketua DPRD | 1992 – 1997 |
11 | Temazaro Harefa | Ketua DPRD | 1997 – 1999 |
12 | Arisman Harefa | Ketua DPRD | 1999 – 2004 |
13 | M. Ingati Nazara, A.Md | Ketua DPRD | 2004 – 2009 |
14 | Razali Zalukhu, S.Ag | Ketua DPRD | 2009 – 8 November 2010 |
15 | Sokhizanolo Zai, SE | Ketua DPRD | 18 November 2010 – 27 November 2013 |
16 | Waonaso Waruwu | Ketua DPRD | 27 November 2013 – 29 Oktober 2014 |
17 | Yaredi Laoli, S.Pd | Ketua DPRD | 2014 – 2019 |
18 | AlinuruLaoli | Ketua DPRD | 2019 s.d Sekarang |